21.49

JIL: Sesat atau Kebebasan Berpikir?

Islam memang memberikan kebebasan berpikir serta berpendapat. Itu tidak perlu dipertanyakan lagi. Bahkan kebebasan berpikir yang ada di dalam agama Islam justru menjadi inspirasi orang Barat untuk kemudian membebaskan diri dari kungkungan raja dan hegemoni gereja. Lantas mereka bisa maju, terjadi Revolusi Industri di Inggris hingga sampai sekarang ini.

Para pemuka kebebasan di Barat sangat diinspirasikan oleh kebebasan yang ada di negeri muslim. Mereka bebas menyapaikan pendapat, memberikan gagasan, menemukan begitu banyak karya di bidang ilmu pengetahuan. Padahal di Eropa, para raja dan kekuatan gereja saat itu sangat indoktrinatif.

Kitab Injil mereka campur aduk dengan pemikiran mereka yang picik, lalu dipaksakan kepada masyarakat. Di antara pengekangan gereja di Eropa saat itu antara lain:

Konsep Trinitas

Trinitas adalah sebuah tema yang paling kontroversial. Sebab konsep trinitas itu sangat bertentang dengan ajaran asli Nabi Isa dan ditentang oleh begitu banyak Gereja di Timur.

Tapi dengan kekuatan senjata dan kekuasaan, Gereja Eropa berhasil memaksakan paham kaum penyembah berhala untuk ditelan bulat-bulat, sehingga dijadikan dogma yang tidak boleh dibantah.

Seorang raja Inggris, Hertog, bahkan tega membunuh ribuan orang dengan jalan dibakar hidup-hidup dalam rangka memaksakan dogma sesat itu di kalangan rakyatnya. Tapi siapa yang sempat bertaubat sebelum dibakar hidup-hidup, masih ada kesempatan diampuni dan hukumannya dikurangi menjadi pemenggalan kepala dengan pedang, sebagai ganti dari dibakar hidup-hidup.

Pengekangan Ilmu Pengetahuan

Gereja bukan hanyamemaksakan masalah khilafiyah di bidang aqidah saja, tetapi juga merasuk ke wilayah lain yang tidak seharusnya mereka masuki, yaitu ranah ilmu pengetahuan dan teknologi. Tentunyadengan pendekatan dogmatis yang justru melecehkan kemajuan ilmu pengetahuan.

Misalnya mereka paksakan doktrin bahwa bumi itu rata seperti meja. Padahal tidak ada ayat Injil yang menyebutkan demikian. Tentu saja indoktrinasi seperti ini ditentang oleh para ilmuwan yang saat itu telah berhasil membuktikan kebenaran teori heliosentris.

Akibatnya masyarakat Eropa tertekan selama berabad-abad, mereka ditindas, disiksa, dipaksa dan dilecehkan akalnya.

Betapa mereka mendambakan hidup di bawah alam kebebasan berpikir sebagaimana yang dialami oleh bangsa-bangsa muslim di dunia Islam. Ketika tekanan sudah mencapai puncaknya, meledaklah arus kebebasan di Barat sana, di mana salah satu pemicunya justru datang dari Islam.

Kebebasan Berpikir Versi Islam

Di bidang aqidah, agama Islam relatif punya konsep yang sederhana. Tidak berbelit-belit sebagaimana keruwetan para filsuf barat yang memang rancu cara berpikirnya.

Maka di dunia Islam tidak pernah timbul jurang pemisah antar sekte aliran filsafat. Sehingga tidak pernah terjadi hegemoni ulama atau indoktrinasi aqidah. Apalagi dalil dan nash yang dimiliki umat Islam sudah sangat jelas dan mudah dipahami. Beda dengan dogma gereja yang sumbernya justru otak para pemikir linglung di Eropa.

Di bidang ilmu pengetahuan, kebebasan berpikir versi Islam sangatbisa kita banggakan. Dengan kebebasan itu, sejarah Islam bertabur cahaya dengan para penemu di bidang ilmu pengetahuan. Ibnu Sina, Ibnu Rusydi, Al-Khawarizmi, Al-Kindi, Ibnu Bathuthah, Al-Idrisi, dan sederet nama ilmuwan besar yang sampai hari ini masih dianggap sebagai tokoh iptek dunia.

Meski Al-Quran banyak bicara tentang fenomena alam, tetapi tidak ada satu pun ayat yang bicara terlalu detail tentang hal itu. Ini bedanya antara Injil hasil karangan manusia dengan Al-Quran kalamullah, yaitu hal-hal yang terkait dengan iptek lebih banyak diserahkan kepada otak manusia.

Sehingga silahkan saja manusia menikmati kebebasan berpikirnya, silahkan lakukan penelitian, eksplorasi, bahkan manusia ditantang untuk menembus jagad raya. Sesuatu yang di dalam dogma Gereja Eropa saat itu merupakan kemustahilan.

Kebebasan Pemikiran Versi JIL

Tapi hari ini, yang diusung oleh Jaringan Islam Liberaldengan nama kebebasan berpikir sama sekali tidak ada kaitannya dengan ilmu pengatahuan.

Kebebasan berpikir versi JIL tidak lain adalah agenda yahudi zionis dalam rangka menghancurkan eksistensi semua agama, termasuk Islam.

Yang mereka usung bukanlah kebebasan berpikir Islam seperti yang dahulu dikembangkan.

Dahulu kebebasan berpikir yang datang dari dunia Islam adalah di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bukan dalam masalah aqidah dan prinsip dasar agama. Kebebasan berpikir di masa Islam dahulu melahirkan banyak kemajuan buat bangsa dan negara, terutama di bidang ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan besar.

Sedangkan kebebasan versi JIL saat ini tidak menghasilkan apa-apa, kecuali kufur dan laknat dari Allah.

Yang mereka usung adalah liberalisme yahudi yang intinya ingin merusak semua agama, mencampur aduknya, melecehkannya danmencampur aduk aqidah.

Liberalisme = Agenda Zionis

Pluralisme dan Liberalisme Agama merupakan pintu masuk bagi penghancuran agama itu sendiri. Hal ini sudah menimpa agama Nasrani ratusan tahun lalu di Eropa dan Amerika, sehingga gereja di sana banyak yang kosong dan kemudian dijual.

Banyak pula orang Eropa dan Amerika yang mengaku sebagai Kristiani kian lama kian sedikit dan berubah menjadi agnostik, kaum yang tidak mau tahu soal agama. Inilah buah dari Liberalisme yang melanda umat Kristiani Eropa dan AS.

Setelah itu, kaum Liberalisme dan Pluralisme yang didalangi oleh apa yang disebut-sebut Henry Ford sebagai The International Jews ini mengarahkan sasarannya ke umat Islam dunia.

Indonesia sebagai negeri kaum Muslimin terbesar dunia menjadi tujuan utama gerakan penghancur agama ini. Berkedok sebagai Islam Pluralis, Islam Liberalis, Islam Damai, Islam Kultural, dan kedok-kedok lainnya, mereka mencoba mendangkalkan agama Allah ini.

Itulah JIL di Indonesia, mereka bukan mengusung kebebasan pemikiran sebagaimana layaknya dahulu umat Islam, tetapi pada hakikatnya mengusung misi zionisme international untuk menghancurkan Islam dari dalam. Waspada dan waspada.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

0 komentar:

Posting Komentar